SEMBUNYIKAN IKLAN INI
BeritaPendidikanSosial BudayaTopWisata

Unik, Museum Berbentuk Rumah Gadang Dengan Jendela Berukir Al Quran di Rembang

1046
×

Unik, Museum Berbentuk Rumah Gadang Dengan Jendela Berukir Al Quran di Rembang

Sebarkan artikel ini
Museum Islam Nusantara di Masjid Jami Lasem memiliki bangunan mirip Rumah Gadang yang menjadi rumah tradisional adat Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat yang dikombinasikan dengan dengan nuansa islam melalui daun jendela berukiran ayat Al Quran. (Linimedia/Rendy Wibowo)
Museum Islam Nusantara di Masjid Jami Lasem memiliki bangunan mirip Rumah Gadang yang menjadi rumah tradisional adat Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat yang dikombinasikan dengan dengan nuansa islam melalui daun jendela berukiran ayat Al Quran. (Linimedia/Rendy Wibowo)

Rembang – Siapa yang tidak mengetahui Masjid Jami di Kecamatan Lasem, yap selain menjadi tempat Ibadah Umat Islam juga sebagai Pusat Wisata Religi. Masjid yang berdiri di sisi selatan jalan pantura itu kini sedang dalam proses pembangunan musium yang memiliki ciri khas unik.

Benar saja, dari tampilan luarnya saja bangunan museum itu sudah terlihat mirip Rumah Gadang yang menjadi rumah tradisional adat Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat. Dikombinasikan dengan dengan nuansa islam melalui daun jendela berukiran ayat Al Quran membuat bangunan ini sangat ikonik.

Saya wajibkan wudhlu dia, setiap kali dia batal wudhlu saya mengontrol. Kamu sudah batal wudhlu belum, biasanya saya tanya gitu. Karena yang dibuat itu Al Quran jadi kata-kata kotor juga tidak diperkenankan untuk diucapkan.

Ketua Takmir Masjid Jami Abdul Mu’id menyampaikan, Musium ikonik dengan ruangan tiga lantai itu masih dalam proses pembangunan. Rencananya pada gedung yang berbentuk rumah gadang itu akan dipasang sekitar 271 jendela. Masing-masing jendela diukir ayat suci Al Quran dua halaman bolak balik hinggga berjumal 30 Juz.

“Dulu kita omong-omong kecil istilahnya sama Gus Aziz nanti ini mau dibuat apa. Akhhirnya tercetus untuk membuat Museum Islam Nusantara yang berbentuk minang,” kata dia,

Baca juga:  Sosok Seniman Rembang Yang Di Bunuh Bersama Keluarganya
Ketua Takmir Masjid Jami Lasem Abdul Mu’id

Terkait alasan bangunan yang berbentuk seperti Rumah Gadang yang menjadi rumah tradisional adat Minangkabau ia menjelaskan bahwa sejumlah tokoh ulama di Lasem adalah keturunan Mbah Jejeruk (Mbah Minang) yang merupakan Raja dari Minangkabau yang kala itu berguru pada Sunan Bonang.

“Kebetulan disini banyak tokoh-tokoh yang merupakan keturunan Mbah Minang. Seperti Mbah Ma’sheom, Mbah Kholil, Mbah Marzuqi, Mbah Maskuri, dan Istrinya Bupati Rembang Hajah Hasiroh Hafidz itu juga keturunan Mbah Minang. Selain Mbah Sambu. Kalau Mbah Sambu memang hampir seluruh tokoh di tanah Jawa yang punya Mbah Sambu,” bebernya.

Tanpa melupakan budaya Jawa, pada puncak bangunan Museum Islam Nusantara tersebut di beri simbol buah belimbing yang menggambarkan budaya Jawa. Karena salah satu tokoh ulama di Lasem yaitu Mbah Sambu merupakan tokoh ulama keturunan Jawa, Putra Jaka Tingkir atau Sultan Hadi Wijaya Raja Pajang.

“Yang paling pucuk itu diberi buah belimbing yang mewakili budaya jawa. Kalau pernah dengar tembang jawa lir liri lha itu. Disitu kan disebutkan cah angon penekno blimbing kuwi, nah makannya diambil buah belimbing untuk ditaruh di puncak bangunan sebagai simbol budaya Jawa,” jelasnya.

Baca juga:  Purna Tugas, Delapan Kades di Rembang Terima JHT
Sisi utara bangunan Museum Islam Nusantara berjejer jendela yang berukirkan AL Quran. (Linimedia/Rendy Wibowo)

Terkait ukiran Jendela, kata Mu’id, awalnya diukir secara manual. Karena ada target penyelesaiannya, maka kemudian diukir menggunakan tiga mesin ukir otomatis. Dalam prosesnya melibatkan warga sekitar. Untuk mengoreksi ayat-ayat Al Quran dilakukan oleh Masyayikh Lasem.

“Kalimatnya sudah betul atau tidak. Sebagian juga ada kontribusi dari simpatisan. Ada yang menyumbang satu Juz, dua Juz,” ujarnya.

Dia menerangkan dalam membuat dan memasang jendela berukir Al Quran para pekerja tidak boleh sembarangan. Mereka diwajibkan untuk menjaga berwudhlunya sebelum melaksanakan pekerjaannya.

Jika wudhlu mereka batal, maka harus kembali wudhlu sebelum melanjutkan pekerjaan. Termasuk tidak boleh mengucap kata-kata kotor ketika dalam bekerja.

“Saya wajibkan wudhlu dia, setiap kali dia batal wudhlu saya mengontrol. Kamu sudah batal wudhlu belum, biasanya saya tanya gitu. Karena yang dibuat itu Al Quran jadi kata-kata kotor juga tidak diperkenankan untuk diucapkan,” ujarnya.

Pengerjaan jendela Al Quran menggunakan mesin ukir otomatis. (Linimedia/Rendy Wibowo)

Jendela ini didesain sebagaimana lembaran-lembaran dalam Alquran.  Satu daun berbahan kayu jati itu, memiliki dua halaman. Jadi, setiap jendela dipasang tuas di tengah. Sehingga bisa diputar untuk melihat halaman sebaliknya.

Baca juga:  Sengit Hingga Adu Penalti, Antique FC Kalahkan PSG Gandri

“Alasannya kan kenapa harus Al Quran yang dibuat di jendela, karena AL Quran sebagai pegangan hidup umat manusia. Maka dari itu kita berpikir untuk menonjolkan Al Quran,” ucap dia.

Dirinya menambahkan, hingga saat ini pembangunan Museum Islam Nusantara tersebut sudah menghabiskan dana sebesar Rp. 3 miliar lebih. Angka tersebut melebihi dana aspirasi yang diberikan untuk pembangunan museum tersebut yang hanya sekitar Rp. 2,5 miliar.

Seorang pekerja sedang mengoperasikan mesin pengukir otomatis dalam mengerjakan jendela Al Quran. (Linimedia/Rendy Wibowo)

Masih ada kekurangan sekitar 15 Juz yang harus dibuat untuk menyempurnakan bangunan Museum Islam Nusantara tersebut. Rencananya dari pihak Masjid akan mencari donatur untuk membantu pendanaan pembangunan museum tersebut.

“Untuk daun jendela sisanya saya usahakan untuk mencarikan donatur. Jadi donatur tadi bisa menyumbang kekurangan ukiran jendela yang saya hargai per lembar Rp. 3 juta. Nanti nama dari donatur tersebut dituliskan pada bagian bawah jendela,” ungkapnya.

Museum tersebut, lanjut dia, merupakan gambaran dari Islam nusantara. Dimana seluruh simbol adat di Indonesia tergambar di dalam gedung berlantai tiga tersebut.

“Padang ada, gambar Jawa ada, ukiran khas juga dayak ada,” Imbuhnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *