Rembang, linimedia.com – Ada yang berbeda di Dusun Sekararum, Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang, pekan ini. Suara musik, gelak tawa, dan lantunan doa bersatu dalam suasana hangat Festival Nginguk Githok VII yang kembali hadir dengan semangat baru.
Selama enam hari penuh, dari 13 hingga 18 Mei 2025, warga Sekararum dan para tamu dari berbagai penjuru disuguhkan beragam pertunjukan budaya dalam festival bertema “Gegayuhan”, yang berarti harapan atau cita-cita. Tema ini mengajak semua orang untuk merenungkan masa depan desa—bukan dengan serius semata, tapi lewat seni, tawa, dan kebersamaan.
Festival ini merupakan hasil kolaborasi seru antara SKRM Squad dan Kolektif Hysteria Semarang. Sejak 2018, mereka terus menyulap dusun kecil ini menjadi panggung besar seni dan budaya. Tahun ini adalah penyelenggaraan yang ketujuh dan rupanya, tiap tahunnya festival ini selalu punya cara unik untuk merayakan kehidupan desa.

Apa yang membuat festival ini spesial? Di sini, masyarakat tidak hanya duduk menonton. Mereka justru jadi bagian dari pertunjukan. Rumah-rumah berubah jadi galeri seni, halaman jadi panggung pertunjukan, dan ide-ide warga jadi bahan bakar utama festival.
Festival dibuka dengan pameran seni lukis yang menampilkan karya-karya seniman lokal dan nasional. Lalu, panggung terus hidup dengan pertunjukan tari dari sanggar Baledolan, komedi tunggal yang mengundang tawa dari komika asal Rembang, hingga lantunan merdu Rebana Nada Dien.
Hari-hari selanjutnya tak kalah semarak. Ada Barongan “Pandji Sabda Jagad” dari Blora, Tari Gedruk dari “Prabu Erlangga” Semarang, hingga berbagai suguhan seni lain yang memanjakan mata dan hati.
Di balik riuhnya pertunjukan, festival ini tetap berakar pada tradisi. Ritual sedekah bumi jadi momen sakral yang tak pernah absen. Gunungan hasil bumi diarak menuju punden, diiringi doa-doa syukur yang khidmat.

Malam harinya, suasana berubah syahdu. Tahlil dan pengajian digelar, menguatkan hubungan spiritual antara warga dan alam sekitar. Tak lupa, pementasan tayub dan ketoprak hadir membawa hiburan yang membaurkan religi dan kesenian dengan cara yang khas dan menghibur.
“Gegayuhan diangkat sebagai tema untuk mengajak masyarakat desa membayangkan masa depan kampung mereka,” kata Yasin, project manager Festival Nginguk Githok VII.
Dan benar saja, dari suasana yang terasa di Sekararum, harapan itu nyata adanya. Bukan sekadar mimpi, tapi gerakan nyata yang tumbuh dari gotong royong dan kecintaan terhadap tanah kelahiran.
Festival ini jadi bukti bahwa desa bisa bersinar tanpa harus menjadi kota. Di tengah modernisasi yang melaju cepat, Sekararum memilih jalannya sendiri: menyemai harapan dengan akar tradisi.