Rembang – Jam digital ditangan menunjukan pukul 11.00 WIB, berbagai aktifitas para pekerja dilapangan nampak terlihat normal dalam kondisi pandemi Covid-19. Meski terik matahari begitu menyengat kulit, rasa penasaran untuk mengetahui kondisi pengusaha lobster di situasi pandemi Covid-19 saat ini, mendorong Linimedia untuk mengunjungi salah satu warga yang memikiki usaha lobster di Desa Sukoharjo kecamatan Rembang.
Letak desa Sukoharjo berjarak tidak jauh dari jantung kota Rembang. Hanya sekitar 500 meter dari alun-alun kota Rembang. Namun untuk menemukan rumah salah satu warga yang berprofesi sebagai pemasok lobster itu, dibutuhkan informasi yang akurat. Pasalnya tidak ada papan informasi mengenai pemasok lobster disekitar desa tersebut dan perumahan di daerah pesisir yang juga terlihat sangat rapat.
Ketika bertanya-tanya dengan warga setempat, Linimedia mendapat petunjuk jalan menuju rumah salah satu warga yang berprofesi sebagai pemasok lobster. Memasuki gang sepit di sebelah timur minimarket, Linimedia masih kebingungan untuk mengetahui secara pasti rumah pemasok lobster tersebut. Wajar saja rumah didaerah tersebut kebanyakan memikiki ciri-ciri yang sama, hanya kendaraan yang terpakir didepan rumah yang dapat membedakan masing-masing pemilik rumah.
Setelah bertanya lagi kepada warga setempat, akhirnya pada pukul 12.30 WIB Linimedia mendapati rumah yang dindingnya tebuat dari kayu dengan tampilan klasik dan ada mobil mini bus disamping rumahnya. Rumah tersebut adalah milik Lilik Harijanto seorang pemasok lobster asal desa Sukoharjo.
Ketika sampai dirumah tersebut Linimedia dipersilahkan duduk oleh istrinya dikursi yang terbuat dari kayu diteras rumahnya. Kebetulan saat itu Lilik Harijanto sedang tidak ada di rumah. Namun istrinya mengabarkan sebentar lagi akan pulang.
Selang hanya beberapa menit, Lilik Harijanto datang menggunakan motor matik. Dengan tersenyum, dirinya langsung masuk kedalam rumah. Rupanya, Lilik mengambilkan minuman untuk menyambut Linimedia di rumahnya. Setelah menyampaikan maksud dan tujuan Linimedia datang ke rumahnya, Lilik mempersilahkan Linimedia untuk menggali informasi terkait usaha lobster miliknya.
Lilik mulai menceritakan awal mula dirinya memulai usaha lobster ditwmani segelas es teh di teras rumahnya. Awal mula dirinya usaha lobster pada tahun 2010. Bermula mengambil dari hasil tangkapan tiga kapal nelayan Rembang, lobster yang ia dapat dikumpulkan di tempat penampungan rumahnya dalam kondisi hidup.
Ditempat penampungan tersebut dirinya merawat lobster mulai dari menyediakan alat filter, suplai air laut yang jernih, hingga memberi makanan dengan kerang. Ketika lobster sudah terkumpul dengan minimal berat 50 kilo, dirinya mulai mengirimkannya ke berbagai daerah sekitar Kabupaten Rembang.
Selang berjalannya waktu, melihat usahanya kian maju, dirinya mencoba untuk memasok ke wilayah Jakarta. Dengan menggunakan jasa pengiriman bus, Lilik memboking bagasi bus untuk meletakkan satu koli lobster.
“Saya harus booking bagasi bus dahulu waktu ingin kirim ke luar daerah,” katanya.
Dapat Ilmu Pengiriman Lobster Dari Pelatihan di Jakarta
Sialnya, saat barang tiba di agen Jakarta, semua lobster yang ia kirim dalam keadaan hidup atau segar semuanya mati dalam perjalanan. Alhasil lobster tersebut dibeli dengan agen Jakarta dengan harga lebih rendah karena dalam keadaan mati.
“Akhirnya ya dibeli dengan harga mati, padahal waktu dikirim sehat semua, masih hidup semua,” ucap dia.
Lilik mengakui, saat itu ilmu dalam dunia bisnis lobster masih rendah. Kemudian dirinya ingin memperdalan ilmunya dengan mengikuti pelatihan terkait bisnis yang ia geluti di Jakarta. Dari sanalah Lilik mendapat ilmu yang sangat bermanfaat untuk mengembangkan usaha khususnya teknik pengiriman lobster.
“Jadi itu seharusnya lobster sebelum dikemas harus dibius biar pingsan dahulu. Kemudian baru bisa dikemas dan dikirim-kirim. Jadi sampai sananya lobster masih dalam keadaan hidup,” bebernya.
Mendapat Pinjaman Dari Pabrik Semen Terkemuka
Dalam perjalanan mengembangkan usaha lobsternya, Lilik mendapatkan bantuan permodalan melalui program corporate social responsibility (CSR) pabrik Semen terkemuka yang berdiri di Rembang. Ia mengaku sangat terbantu oleh CSR pemberdayaan perekonomian tersebut.
“Saya baru pertama kali bisa menikmati bantuan pinjaman permodalan yang mudah dan ringan sekali dari pabrik semen,” ungkapnya.
Wajar dirinya saat itu merasa sangat terbantu karena pada saat itu dirinya sangat membutuhkan penguatan modal untuk meningkatkan cakupan pelanggan serta infrastruktur untuk memelihara agar lobster tetap bisa hidup meskipun dikirim ke luar Rembang.
“Untuk memperluas cakupan pelanggan, saya butuh dukungan modal untuk membeli boks fiber tempat lobster untuk nelayan dan ABK. Hal ini penting agar komoditas lobster tetap memiliki nilai ekonomi yang tinggi,” jelasnya.
Lilik mengenang, awalnya mendapatkan kucuran pinjaman lunak Rp 40 juta tanpa ada potongan dan langsung masuk ke rekeningnya pada 2014 silam. Saat itu ia baru mampu memasok rata-rata hanya satu koli atau 17 kilogram (kg) lobster kepada pembeli di Surabaya.
“Sebelumnya, saya sempat beberapa tahun mengalami stagnasi usaha seperti ini. Mau meningkatkan kapasitas, modalnya tidak ada. Sementara permintaan pasar lobster terus meningkat,” katanya.
Berkat suntikan permodalan lunak tahap pertama dan tahap kedua, kini Lilik telah menjadi jutawan. Sekarang sudah bermitra dengan 14 kapal penangkap ikan dan mampu melibatkan 202 nelayan.
Omset Berkibar Diera Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
Kini dirinya telah memiliki kolam transit untuk lobster yang berada terpisah dengan rumahnya. Daerah tujuan pengiriman lobster pun telah meluas dari Rembang, Semarang, Bali, Jakarta, hingga ke Batam. Bahkan saat itu Lilik juga menjadi salah satu suplier tetap lobster bagi salah satu perusahaan eksportir hasil perikanan di Rembang. Sehingga pasokan lobsternya juga diekspor hingga Vietnam dan Singapura.
Dirinya mengakui harga lobster lokal sangat bagus diera Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Dulu ia mampu mengirim lobster hidup rata-rata 30 koli atau omzet minimal mencapai Rp 200 juta per bulan belum dipotong biaya produksi sebesar 15 persen. Ini jika dihitung asumsi harga satu ekor lobster Rp 350 ribu dan volume per koli mencapai 17 kg.
“Saat menteri susi harga lobster sangat bagus,” ucapnya singkat sambil mengacungkan jempol.
Untuk satu ekor lobster mutiara harga jualnya mencapai Rp 900 ribu per ekor dengan berat di atas satu kilogram. Sementara lobster jenis jenis Pakistan dijual berkisar Rp 350 ribu hingga Rp 400 per ekor.
Belum Merasakan Efek Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo
Setelah masa jabatan Menteri Susi digantikan Edhy Prabowo, kebijakan larangan ekspor dijabut. Kini, benih lobster diperbolehkan untuk di ekspor kembali. Baginya adanya kebijakan itu belum memberi pengaruh terhadap usaha yang ia tekuni. Justru yang sangat ia rasakan di era Menteri Edhy Prabowo adalah dampak dari adanya wabah Covid-19.
“Kalau kebijakan Menteri yang baru saya sifatnya menunggu dan melihat, karena saat ini yang paling terasa yaitu dampak Covid-19,” benernya.
Dimasa pandemi Covid-19 seperti saat ini, kata dia, harga lobster per kilogramnya merosot tajam. Dari harga yang sebelumnya Rp. 350 ribu per kilogramnya untuk lobster jenis pakistan, kini hanya dihargai Rp. 150 ribu. Omset yang ia dapatkan secara otomatis juga ikut merosot tajam.
“Sekarang omset katakanlah rata-rata tinggal 10 juta, itu sudah bersih. Sangat hancur harga lobster saat pandemi seperti ini, tidak seperti dulu” jelasnya.
Belum lagi dirinya juga harus bersaing dengan pengusaha lobster lain yang mulai bermunculan melihat omsetnya yang sangat menggiurkan. Pernah dirinya mencoba untuk bisnis hasil laut lainnya dimasa pandemi Covid-19 saat ini. Namun karena perekonomian belum kembali normal, bukannya untung namun kerugian yang ia dapatkan.
“Pernah mencoba ikan hasilnya jeblok, kemudian cumi hasilnya juga jeblok karena harganya naik turun tidak stabil. Akhirnya kembali ke lobster lagi walaupun harganya turun tapi masih stabil,” pungkasnya.