Rembang – Perawat honorer yang tergabung di Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Rembang, menginginkan kesejahteraan yang lebih. Pasalnya jika dibandingkan dengan tugasnya sebagai tenaga kesehatan (Nakes) rasanya tidak setimpal dengan kesejahteraan yang diberikan.
Kami tidak punya legalitas. SK juga tidak punya, hanya mendapatkan surat tugas. Itu pun tidak kuat.
Salah satu perawat THL di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Rembang, Dian Indah menyampaikan Nakes honorer di Kabupaten Rembang hanya mendapatkan gaji Rp 30 Ribu sampai Rp 50 Ribu per hari. Dengan pendapatan segitu dinilainya cukup berat dan tidak sebanding dengan resikonya.
“Itu tergantung Puskesmas dimana mereka mengabdi. Apabila bekerja di Dinas Kesehatan, bisa mendapatkan Rp 60 ribu per hari,” kata dia.
Apalagi dimasa pandemi Covid-19 seperti ini tentunya tidak dapat dipungkiri jika Nakes sebagai garda terdepan. Legalitas sebagai nakes tentu sangat ia harapkan, minimal memberi prioritas dalam penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Kami tidak punya legalitas. SK juga tidak punya, hanya mendapatkan surat tugas. Itu pun tidak kuat. Minimal bisa mendapatkan akses melamar PPPK, Sebab ada nakes THL yang sudah berusia hampir 40 tahun, bahkan ada yang sudah mengabdi lebih dari 16 tahun,” ucapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi 9 DPR RI, Edy Wuryanto saat menggelar sosialisasi 4 pilar MPR RI di gedung PPNI Rembang, Selasa 17 Maret 2021, kemarin mengatakan Nakes honorer sudah disepakati akan mendapat prioritaskan. Saat ini, pihaknya sudah menyiapkan sistem untuk para Nakes Honorer.
“Kami dari komisi 9 MPR RI sudah membentuk panjak Nakes honorer yang lebih sistematik untuk menyelesaikan persoalan ini. Berdasarkan PP 48 Tahun 2014 dan PP Permenpan 70 tahun 2020 memungkinkan para Nakes honorer akan diangkat menjadi P3K,” tuturnya.
Saat ini, lanjut Edy pihaknya mulai berkomunikasi kepada para Nakes honorer di tiap-tiap kabupaten, terutama yang bekerja di puskesmas dan RSUD. Selain itu, pihaknya juga memastikan data para Nakes honorer di tiap kabupaten tercatat di Kemenkes.
“Di Pati – Rembang sudah mendukung. Saya ingin memastikan datanya harus masuk ke dalam sistem. Jangan sampai terlambat,” katanya.
Terkait persoalan gaji Nakes, pihaknya menyadari memang ada yang rendah. Karena keterbatasan kemampuan pemerintah daerah. Akan tetapi bagi klinik swasta, ia berharap agar bisa sesuai UMK.
“Tahun ini, kami sedang mencari formula untuk menyelesaikan Nakes honorer yang bekerja di klinik swasta. Karena Nakes honorer yang bekerja di klinik swasta tidak masuk dalam kriteria buruh,” pungkasnya.